Jakarta –
Pemerintah China mengusulkan aturan baru terkait kewajiban bagi setiap perusahaan yang akan melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di bursa asing harus melakukan kajian keamanan siber.
Dilansir dari CNBC, Minggu (11/7/2021), aturan itu berlaku untuk perusahaan dengan data lebih dari 1 juta pengguna. Langkah itu untuk memperketat pengawasan secara signifikan kepada perusahaan-perusahaan teknologi raksasa China.
Badan Keamanan Siber China (Cyberspace Administration of China) mengatakan perusahaan harus mengajukan perizinan keamanan siber ketika akan listing di negara lain karena adanya risiko data-data tersebut akan digunakan secara tidak bertanggungjawab oleh otoritas negara lain.
Pemeriksaan keamaan siber juga akan memeriksa potensi risiko keamanan nasional dari aksi IPO di luar negeri. Upaya ini menjadi salah satu langkah nyata Pemerintah China untuk mengendalikan perusahaan teknologi negara tersebut menghimpun pendanaan di Amerika Serikat (AS) melalui skema yang disebut variable interest entity (VIE), seperti yang dilakukan Alibaba Group Holding Ltd. hingga Baidu Inc. dan Didi Global Inc.
Regulator negara tersebut juga sedang mempertimbangkan untuk aturan bagi perusahaan yang telah melakukan penghimpunan pendanaan di luar negeri seperti Alibaba untuk mengajukan persetujuan atas penawaran saham tambahan di bursa luar negeri.
“Aturan baru tersebut akan menekan perusahaan teknologi China untuk melantai di bursa Hong Kong dari pada di negara lain, untuk bisa lolos dari tinjuan keamaan siber. Batas 1 juta pengguna itu sangat rendah dan akan diterapkan pada setiap perusahaan teknologi yang mau IPO,” kata Analis di Perusahaan Riset Plenum, Feng Chucheng.
(aid/dna)